Rabu, 06 Mei 2015

Cantik Itu Kasih

Aku membasuh punggungnya yang tak berbaju tertimpa mentari pagi, semakin basah oleh cipratan-cipratan air yang dimainkkannya dalam tawa.

Selanjutnya kubiarkan dia menikmati waktunya, berendam dan bermain air di dalam bak.
KUpandangi sekelilingku, sepetak pekarangan yang kini tak berumput untuk sementara waktu, cukup puas sudah mencabuti semua rerumputan liar itu. Hijaunya dedaunan, basahnya tanah dan daun seperti membawa kedamaian yang dalam sekali.

Seketika aku merasa begitu cantik, memiliki tangan yang tak halus yang cukup kuat untuk mencabut rerumputan, untuk mencuci piring dan pakaian, menggosok kamar mandi, memasak dan menguleni roti, memiliki tumit yang pecah-pecah karena kaki yang sering terkena air cucian, atau tanah berlumpur, kulit yang menghitam karena beberapa saat harus bertahan di bawah mentari, dan ukuran celana yang tak lagi sama seperti 10 tahun lalu, lemak yang bergelambir sejak melahirikan seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan.

Semua penampilan fisik itu tidaklah menjadi masalah besar bagiku. Bukan berarti aku tidak merawat tubuh. Aku membersihkan wajah serutin yang aku bisa, membersihkan kotoran-kotoran di tubuh dengan menggunakan batu apung yang kutemukan di pinggir pantai ketika terakhir kali ke pantai bersama suami dan anak-anak, karena aku tak tahan harus berlama-lama luluran (that’s not me). Aku memberikan perawatan yang cukup baik ke atas rambutku, shampoo+conditioner sudah cukup, dan untuk alasan kesehatan serta kenyamanan aku mulai belajar mengalahkan rasa malasku, mengenakan sepatu di sore hari dan mulai berlari meskipun hanya 3 kali putaran disertai senam karate sebisa mungkin. Itu semua sebagai rasa tanggung jawabku atas apa yang Tuhan berikan padaku tubuh tanpa cacat yang harus dirawat dan dijaga.

Di atas itu semua aku merasa sangat cantik, untuk setiap masa lalu yang telah terlewati, untuk setiap kesukaran, untuk setiap air mata, untuk setiap cobaan, yang mendaratkan aku pada saat ini, dengan pemikiran, dengan pembelajaran yang luar biasa. Aku berterimakasih untuk itu semua Tuhan. Damai itu begitu dalam dan terasa, rasanya seperti dilingkupi kasih yang begitu besar.

Aku tersenyum dengan tulus kepada tumbuhan kemangi, tomat, Lombok, merungga, papaya yang ada dihadapanku, tersenyum terhadap semesta yang memberikan kedamaian yang indah, aku yakin DIA ada.

Aku berpaling ke gadis kecilku, dia masih menikmati dinginnya air. Aku berbisik lirih kepadanya hampir tak terdengar : Anakku, jika kau besar nanti milikilah perasaan cantik karena kasih yang terus bertumbuh dalam dirimu, kasih yang tulus. Jangan berusaha menjadi cantik hanya untuk ukuran cantik semu yang didefinisikan oleh iklan-iklan TV. Jadilah cantik dengan menjadi dirimu sendiri, yang tulus, yang apa adanya, dan yang jujur, dan yang senantiasa takut akan Tuhan. Di sudut ruang hatimu yang kosong, hadirkan DIA yang maha segala-galaNYA, biar kecantikanmu terpancar karena kasih yang hadir lewat kehadiran-NYA.


Refleksi beberapa menit, sehari sebelum usiaku bertambah satu, ketika memandikan putri kecilku. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar