Saya suka sekali menyanyi dan salah satu mimpi saya yang
harus saya tinggalkan adalah menyanyi. Dahulu waktu di SMPK Ndao, pas ada acara
apa begitu, di tunjuk untuk membawa acara salah satunya adalah menyanyi. Dan
satu kebohongan yag saya dengar dari kakak kelas saya dan bodohnya saya malah
mempercayainya adalah : “Suaramu Jelek, tidak usah menyanyi”. Sejak saat itu
saya mulai bernyanyi dengan pelan hampir tak terdengar, malu.
Tapi keinginan untuk menyanyi seperti terus memanggil. Maka terus
mendengarkan lagu dan bernyanyi. Bernyanyi untuk diri sendiri.
Yogyakarta. Kehilangan focus yang saya pikirkan hanyalah
bernyanyi. Naik turun bis ngamen sama abang-abang pengamen ; nyanyikan lagu
yang sedang naik daun waktu itu “You’re still the One”. Dll. Salah satu abang
itu suaranya bagus benar dan dia ahli menyanyikan lagu-lagu latin, lalu banyak
hal saya pelajari dari mereka. Saya mulai bertanya pada siapa saja, ka Eddy Due
Woi, Thamrin. Belajar cengkokan dari Janet Wa’u, Angky Febrian, Mercy Dala, Eman
Lale sewaktu berlatih bersama untuk audisi Indonesian IDOL di JEC, dan sempat
ikut kursus vokal tapi tak lama tapi sedikit banyak ada yang terserap. Yang
paling mengesankan adalah ketika bernyanyi bersama dalam tanggungan KOOR warga
Janti di malam Natal, ada Mabes, dan masih banyak yang lain.
Ke Jakarta, bertemu om Yos, lihat performnya om Hans membuat
saya jadi semakin haus untuk berlatih bernyanyi. Salah satu nasihat mereka,
adalah “Bernyanyi harus lepas, jangan ditahan, belakangan baru saya mengerti ;
bernyanyi dengan hati, dan vocal yang
keluar sangat tergantung pada bentuk mulut kita ; jadi jangan takut tampak
jelek.” Jamannya AFI mba Bertha jadi juri, lalu saya bermimpi kapan bisa di
mentor oleh wanita berbobot itu yahJ
Lalu sekarang ada Azizah. Selama ini lihat status teman-teman
yang membicarakan kontestan KDI. Belum pernah nonton juga, tiap kali duduk
depan TV pasti sudah selesai. Semalam ada yang puku paka depan TV. Saya terbangun
untuk membuatkan susu buat Lodya.
“Ma, ini KDI yang
dong bilang Azizah orang Maumere”. Kata suami. “Oh yah, sudah nyanyikah dia?” tanya
saya. “SUdah Ma, sedang di nilai”, jawab suami. Ketika saya kembali kebetulan
mba Bertha sedang memberikan penilaian. Masukkan dari Mba Bertha itu seperti
pengetahuan baru buat saya. Ketika menyanyikan lagu-lagu up-beat dengan jarak
antar kata yang sangat sempit, teknik diperlukan biar tidak kedodoran kata mba
Bertha”. Wah keren sekali.
PAgi ini suami pulang sarapan dan kembali membahas Azizah,
hebohnya komentar-komentar pedas terhadap Mba Bertha dari sahabat-sahabatnya di
Maumere.
Dan kami sampai pada satu kesimpulan : “kasihan e, harusnya
pendukung Azizah melihat semua komentar pedas mba Bertha itu sebagai suatu apa
yah dorongan, motivasi, ilmu baru yang perlu di perhatikan dan ditampung dan
dipraktekan. Dalam hidup kita memang membutuhkan penilaian-penilaian jujur
seperti mba Bertha, yang berani ngomong langsung tentang kekurangan kita, tanpa
ada perasaan nanti yang diberikan kritik tersinggung atau apalah-apalah. Dan
buat saya sendiri yang namanya belajar
harus punya sikap rendah hati, kalau lagi belajar kita sudah merasa sudah lebih
pintar dari yang yang memberi pelajaran, hah kapan baru bisa maju.”
Atas dasar sama-sama merasa dari Flores, sebagai Fans yang
baik mari kita juga menerima semua kritik pedas itu sebagai sesuatu yang baik
dan membangun buat AZIZAH.
Hidup Mba Bertha, Hidup AZIZAH, Hidup Maumere, Epang Gawang…!
Saya sekarang hanya
seorang ibu rumah tangga, yang masih terus bernyanyi memujiNYA dan bernyanyi
untuk anak-anak saya selalu J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar