Jumat, 31 Juli 2020

Belajar dari Rumah

Saat seorang anak dimasukkan ke sebuah lembaga sekolah, saat itu juga banyak orang tua yang merasa bahwa tanggung jawab terhadap anak sudah berkurang. Tak perlu susah-susah mendampingi anak-anak belajar membaca di rumah, tak perlu susah-susah mendampingi anak-anak mulai mengerti konsep matematika dasar di rumah, “Ada guru di sekolah, biar guru saja yang atur,”

Pernah sekali waktu, tiga belas tahun lalu. “Saya tidak pernah tanya ada PR kah tidak. Ajar mereka di rumah nih susah, jadi biar sudah mereka punya guru yang atur di sekolah,” celetuk seorang mama yang berdiri di samping saya, saat kami menunggu anak-anak dari balik jendela.. Meskipun kaget dan gusar, saya berusaha untuk tetap tersenyum.

Saya lalu teringat saya punya mama. Dulu, setiap kami pulang sekolah mama pasti tanya ada PR tidak. Mama selalu sibuk jualan, di saat senggangnya mama selalu luangkan  waktu untuk ajar kami (saya dengan saya punya adik) belajar membaca dan berhitung. Kalau mama pulang belanja dari toko, mama pasti bawakan buku-buku untuk mewarnai, belajar berhitung dan belajar membaca, ada juga flashcard alphabet, mainan dari kayu-kayu untuk belajar mengeja. Intinya, saya punya mama berusaha keras agar kami bisa maju, kami bisa membaca, bisa berhitung, baginya tidak cukup anak-anak belajar di sekolah, mama berusaha keras membimbing kami di rumah, di antara segudang aktivitas yang harus ia lakukan.

Ada kisah tentang mistar kayu yang mencium buku-buku jari, saat kami salah menulis atau salah mengeja. Mama akan terus mengulang sampai kami tahu. Dan kami akan terus berusaha untuk cepat tahu supaya itu mistar kayu tidak cium kami punya buku-buku jari.

Hal itu kini berulang saat kami mengajar anak-anak kami. Meski dengan metode yang berbeda, kisah mistar kayu di buku-buku jari akan membuat mulut anak-anak kami melongo. Sekali pernah anak saya yang besar bertanya, “Tapi, Ma, itu kan kekerasan. Oma bisa masuk penjara kalau bikin begitu.”

“Kekerasan? Yah, setidaknya kalian bisa bandingkan dengan sekarang. Kalau mama ajar kalian belajar pakai kata-kata yang tidak tahu stop, bandingkan dengan zaman mama dulu. Tapi, mama bersyukur, dengan begitu mama bisa ajar kalian sekarang…”

Bayangkan kalau dulu mama tidak keras mendidik, dan mengajar kami di rumah. Kami sudah pasti akan bisa membaca, menulis dan berhitung dengan waktu yang sedikit lama tentunya. Saya juga mungkin akan berkata seperti ini, “Saya tidak pernah tanya ada PR kah tidak. Ajar mereka di rumah nih susah, jadi biar sudah mereka punya guru yang atur di sekolah,” saat menghadapi anak-anak yang mulai belajar calistung, apalagi di masa pandemi seperti ini.

Kenyataannya apa yang mama tanamkan dengan keras terus terbawa hingga kini. Naluri itu datang begitu saja. Setiap ada berkat saya selalu berusaha untuk menyediakan buku-buku bagi mereka, menemani mereka belajar, tertawa bersama mereka, merasa dekat dengan mereka. Dan meskipun banyak kali saya merasa letih saat mengulang dan harus menyesuaikan, berusaha menyederhanakan cara berpikir saya dengan cara berpikir anak-anak, tetap selalu ada kesenangan dalam proses itu. Tidak hanya untuk anak-anak tapi ada proses kreatif yang juga turut berkembang di dalam saya punya kepala.

Masa belajar di rumah buat saya malah menyenangkan walau seringkali harus ekstra sabar. Lagipula, saya tak sendiri, ada suami yang bersedia menemani anak-anak sesekali.  Saya tidak punya masalah dengan anak yang besar. Dia sudah memiliki kemandirian dalam belajar sejak berapa tahun lalu. Saya malah merindukan pertanyaan-pertanyaan yang kini jarang terlontar. Ia hanya bertanya jika benar-benar ragu atau bingung. Waktu belajar kami sekarang lebih berupa diskusi. Tentang grammar, tentang perpangkatan, tentang ilmu pengetahuan, tentang buku-buku yang sudah ia baca dan hal-hal lain.

Saya kini konsen dengan adik perempuannya yang masih membutuhkan bimbingan. Berusaha menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari rasa ingin tahunya yang masih berkembang. Dan, sekali lagi semua itu sungguh menyenangkan.

Situasi ini memang menyulitkan bagi kita semua, bagi guru, orang tua dan siswa. Dan harus diakui titik beratnya lebih berat ke orang tua. Karena di tengah kesibukan pekerjaan, orang tua memang terpaksa harus belajar kembali saat disuguhkan materi-materi yang sudah melapuk dalam otak.

Perjumpaan guru dengan siswa sangatlah terbatas, sedangkan orang tua memiliki lebih banyak kondisi, keprihatinan, kesulitan, kekuatan, dan kekurangan anak-anak karena orang tua bertemu dan berjumpa dengan anak-anak secara lebih intensif.

Beberapa orang tua yang saya kenal baik berusaha mati-matian agar anaknya tidak ketinggalan pelajaran dengan memberikan les di rumah. Yang artinya para orang tua ini sadar betul bahwa proses pendidikan tidak hanya berakhir di sekolah. Ada sesuatu yang ekstra yang dilakukan bagi anak-anak untuk menggantikan kehadiran mereka yang cuma sebentar di rumah dikarenakan pekerjaan. Tapi, buat saya usaha untuk memberikan les itu sendiri sudah merupakan bentuk perhatian untuk anak-anak.

Pekerjaan yang saya jalani saat ini tidak menuntut saya harus berada di rumah saat petang atau malam hari. Artinya, di sela-sela kesibukan, ada waktu yang akan terus saya luangkan bagi anak-anak selain alasan lain yaitu saya tidak punya cukup uang untuk membayar guru les tambahan.

Satu tips dari saya, jadikan suasana belajar di rumah itu menyenangkan, sehingga bisa membuat anak-anak menjadi termotivasi untuk belajar. Ada banyak bahan-bahan pembelajaran di internet yang bisa dipakai untuk mendukung pembelajaran anak-anak di rumah dan diunduh dengan gratis.

Kita, sebagai orang tua harus terus semangat dalam membimbing anak-anak, sesibuk apapun kita, lebih-lebih untuk anak-anak di jenjang TK dan SD. Waktu-waktu pendampingan ini tidak akan mungkin bisa diulangi nanti dan akan menjadi kisah yang diceritakan ke generasi-generasi berikutnya. Suatu saat nanti, saat anak-anak sudah bisa belajar secara mandiri, kerinduan itu pasti ada, rindu saat-saat anak-anak membutuhkan bimbingan kita. Jadi, mari kita nikmati waktu-waktu berharga ini dengan mendampingi anak-anak belajar di rumah dengan penuh cinta.