Jumat, 22 Agustus 2014

Pertumbuhan

Ketika aku menikah, 
sebagian dari kebebasanku menghilang.
Ketika aku mengandung dan punya anak
kembali hilang sebagian dari kebebasanku.
Semakin kupertahankan statusku sebagai IRT,
semakin besar kebebasan yang harus kukorbankan,
dan apakah yang aku dapatkan?
Senyuman manis hari demi hari,
tawa riang yang memenuhi sepenjuru ruangan,
Pergumulan yang boleh aku alami setiap hari,
pertumbuhan yang boleh aku saksikan setiap hari,
dan semua itu juga yang membuatku bertumbuh.

 Mama sayang kalian berdua.

Kamis, 21 Agustus 2014

Karung Kuning



Anak perempuan itu berbaju kuning dengan bawahan rok tumpuk berwarna-warni,  tingginya tidak jauh beda dengan tinggi anak lelakiku. Wajahnya yang putih, sedikit debu dan kotoran diwajahnya tidak mampu menyembunyikan kecantikannya. Wajah itu mengeras dan tegang, pandangannya terarah ke depan, dengan langkah tergesa-gesa menjinjing seikat karung kuning untuk 40 kg beras.. 

Dia berlalu di hadapanku, yang sore tadi sedang menunggu ojek yang tak kunjung dating setelah 10 menit berdiri di depan jalan. Mataku seketika tidak dapat lepas dari anak perempuan itu, kedua tangannya terus  menjaga beban berat yang ada di kepalanya agar tidak jatuh. ‘Aduh kepalanya tidak sakit kah, orangtuanya dimana?’ aku terus membatin. 

Anak itu pun menghilang di antara banyak orang yang berjejal, di antara penjaja-penjaja sayuran, beras yang berbaris rapi di sepanjang jalan. Sore ini Kamis Sore, Kamis sore adalah sore yang berbeda dari sore-sore biasanya, sore yang ramai, sore yang menyajikan suasana di kampung, sore yang dipenuhi oleh ine-ine berlawo lambu. 

Lama menunggu aku memutuskan untuk berjalan mencari ojek. Tak jauh di depan sana, di depan pasar ikan, aku menemukan anak perempuan itu, menyeka keringatnya, menarik napas, mukanya tampak pucat. . Tidak menunggu lama, aku menghampirinya dan :
Aku : Ade, mau kemana…? Rumahnya dimana?
Anak perempuan itu : Mau pulang ke rumah, tanta. Rumah di kilo 4.
Aku : Kilo 4 dimana,…? Depan cabang sanakah…? Mari tanta bantu angkat. (dan langsung mengangkat karung itu diapun ikut mengangkatnya, kami berdua mengangkatnya bersama-sama). Betapa kagetnya aku, karung itu ternyata berat. ‘Tuhan e, ini anak jinjing karung dari atas sana sampai sini nih dia tidak pusing kah..?’ Saya bertanya lagi Kilo 4 dimana ade…? Ini isinya apa…?
Anak perempuan itu : kilo 4 depan lapangan Marilonga tanta, isinya ubi. 

What….? Saya tercekat dan seketika menurunkan karung itu…Itu jauh sekali ade. Kita pakai ojek saja e.
Anak perempuan itu bingung dan berkata “Saya tidak ada uang ojek, dan nanti tanta bagaimana..?”
‘Sudah tenang saja, nanti ubinya kita taruh di depan, ade di tengah tanta di belakang e,’ jawabku sambil tersenyum. 

Aku memanggil om ojek yang kebetulan sedang parkir disitu dan kami pun berangkat. Kuperhatikan wajahnya di atas ojek, wajahnya yang cantik, tangannya keras, tidak gemuk dengan urat-urat tangannya sedikit tegas seperti hendak mengatakan “tangan-tangan ini terbiasa mengangkat beban berat”.  Aku kembali bertanya : ‘Ade kelas berapa..?’ “Kelas 4 tanta,” jawabnya. Tiba-tiba aku menjadi sangat rindu dengan anak lelakiku. Rupanya dia seumuran dengan anakku. Dan aku Cuma bisa membatin ; “Tuhan..”.

Lapangan Marilonga ada di hadapan kami ; “di depan sana tanta, yang ada ban itu,” katanya. Kami berhenti disitu, menurunkan karung kuningnya. ‘Rumahnya yang mana ade?’ Aku mencari-cari ; yang ada disitu hanya bengkel. “Masih ke dalam tanta, tidak apa-apa biar saya pikul. Terima kasih tanta.” 

Aku Cuma tersenyum tidak bisa berkata apa-apa,. Terus memandangnya yang setengah menyeret karung itu menuju rumahnya. Kemudian kembali ke om Ojek, “Kita ke Wirajaya e, Om.”

Setelah itu hingga saat ini hatiku terus diliputi kebahagiaan, tidak hentinya mengucap syukur. Aku rasa Yesus ada di dalam diri anak itu. Wajahnya yang polos seperti membawa kehangatan dan kedamaian dalam hatiku. “Terimakasih Tuhan karena memberikanku kesempatan tadi, bagiku saat itu adalah Saat pertemuanku denganMU, Terimakasih”