Di Puskesmas kota siang ini, perawat gigi itu memanggil
seorang ine berlawo lambu. Semula saya berpikir ine ini pasti keluarganya. Tapi
pikiran itu berubah, ketika Ine itu mengeluarkan beberapa lembar kain tenun
dari dalam tas tenun jinjingannya.
Dan terjadilah percakapan :
Ibu : “Ine, kain yang kemarin tipis sekali ko, sa tukar bisa
kah.?
Ine : “ Tipis bagaimana..? itu karena belum dicuci, kalau
dicuci ikatan benangnya bisa menjadi susut.
Ibu : “Kalau begitu kasih turun harga sudah e, jadi 600.”
Ine : “Aduh tidak bisa, sekarang kain harga naik semua,
tidak dapat lagi 600. Rata-rata sudah satu dua.
Ibu : “Kalau yang itu punya siapa..?” tanya ibu itu sambil
menunjukkan kain motif bunga-bunga berwarna kuning.
Ine : “Oh ini pesanan ibu di ruang sebelah..”
Saya hanya mendengarkan dan
menyimak percakapan itu, menunggu hingga transaksinya selesai. Saya lalu
berpikir : “Ada bagusnya juga e, ditetapkannya peraturan daerah untuk
mengenakan lawo lambu dan luka lesu (benarkah penulisannya). Setidaknya setiap
sebulan sekali ada pemandangan menarik. Para PNS berseliweran dengan
menggunakan pakaian daerah ende lio. Ketika antri di bank terlihat bapak-bapak
dan ibu-ibu mengantri dengan memakai lawo lambu dan luka lesu. Asyik gitu
loh....:). Di halaman FB juga terpampang
foto para pegawai dengan menggunakan pakaian daerah. Mereka terlihat gagah
terbalut busana daerah kini tidak harus menunggu acara lamaran atau acara-acara
adat. Tanta-tanta di kampung semoga dagangan tenunan mereka bisa laris e...dan mungkin juga di antara kreditan Sophie Martin, Kokopeli atau yang lainnya, pasti sekarang terselip juga kreditan kain tenun. :)”
Pikiran itu terhenti ketika perawat gigi itu meminta
Jeri untuk naik ke kursi untuk dicabut giginya...:)