Lelakiku menatap piringnya yang
telah kosong, dengan pandagan yang juga kosong..! Masih berseragam kantor,
sempatkan pulang untuk makan siang dan melihat anak-anak. “Capek juga e, turun
lapangan, tapi enaknya ada kesempatan untuk foto-foto pemandangan. Pasti Ba’i (panggilan
untuk bapak mertua ; ba’i=kakek) dulu juga begini. Ba’i begitu hebat di
lapangan khususnya di pekerjaan jalan dan jembatan, tapi yah begitulah waktu
dengan papa dan Ina(nama saudarinya) jadi semakin sedikit. Memori yang kami
punya memang tidak banyak, tetapi semuanya membekas dan tidak akan terlupakan.
Papa ingat dahulu karena ba’i belum pulang, biasanya papa meletakkan buku PR
papa yang sudah dikerjakan di meja kerja ba’i. Ketika bangun besok harinya
sudah ada kertas HVS di sampingnya, dengan perbaikan dari ba’i. Biasanya 1 atau
2 nomor harus papa tulis ulang, karena punya ba’i sudah pasti yang benar. Nanti ada John (nama adik suamiku), baru
keadaannya berubah, karena pangkatnya sudah lebih tinggi Ba’i jadi jarang turun
lapangan.”
Aku tak bisa menatap matanya,
tapi aku yakin sedang berkaca-kaca.