Tulisan ini belum ada judul, ketika selesai baru judulnya menyusul....:).
Ariana menggenggam
beberapa butir pil, kira-kira 10 butir pil pembunuh rasa sakit di tangannya,
yang sewajarnya 1 butir saja sudah cukup untuk mematikan rasa tak nyaman yang
menari-nari di dalam kepalanya. Tapi dia sedang tidak pusing atau sedang demam.
Dia sedang mengalami suatu keadaan yang cukup membuatnya gila. Depresi ringan.
Di bawah lampu yang meremang, di sudut lemari
dia duduk diam-diam menangisi hidupnya. Berita itu sungguh membuatnya
kehilangan kendali atas hidupnya. Bahwa suami yang dicintainya, yang ketika
terpisahkan jarak tak pelak lagi ; pergi menelusuri lorong-lorong gelap dengan
kamar-kamar kecil disisinya, kamar-kamar dengan pencahayaan minim, berpenghuni
makhluk-makhluk cantik bertubuh molek nan seksi bak topeng sempurna menutupi jerat
di balik keindahan penampakan luarnya, penyakit menular dan pertengkaran hebat
rumah tangga dari pria-pria beristri yang mengunjunginya. Dan pikiran-pikiran
yang luar biasa liar kini menjadikan pening itu ada. Dia menatap pil-pil itu,
segelas air ada di sebelah tangannya, di tengah semua kegilaan itu, gerakan
tangannya terhenti, tatapannya jatuh pada tubuh mungil yang sedang terlelap di
hadapannya, dia terbangun beberapa jam kemudian sedang memeluk lelaki kecilnya
dengan kulit wajah yang sedikit kaku, air mata yang mengering menjadi masker wajah
cantiknya.
Sudah hampir dua
tahun, mereka menjalani kehidupan rumah tangga jarak jauh. Suaminya, Chris
ditempatkan berkilo-kilo jauhnya dari tempat tinggal mereka. Mereka memiliki 3
orang anak. Melly, Maria dan Michael. Melly, gadis 20 tahun itu kini sedang
melanjutkan studinya di pulau Jawa. Maria, gadis 15 tahun, kini berseragam
putih abu-abu dan Michael, anak 7 tahun berseragam putih merah. Sekolah Maria
dan Michael menjadi alasan kenapa Ariana tidak mengikuti suaminya. Dia sendiri
memiliki usaha sebuah toko kelontong yang sedang berkembang di kota yang tak
besar itu.
21 tahun yang
lalu, Ariana adalah seorang gadis 18 tahun berwajah cantik, dengan tubuh ideal
yang menjadi idaman para pria. Ariana bisa dikategorikan syahrini tahun 80-an
di kota yang tak besar itu. Dengan perhiasan mewah di tubuhnya, dari baju
berbantalan bahu yang memberikan siluet bahu berbentuk persegi sempurna - celana
sanggurdi berbahan kain elastis dengan sanggurdi di sekitar bawah kaki ; menarik
celana untuk tetap jatuh ke bawah memberikan bentuk segitiga pada kaki yang
tidak menarik, hingga rok mini berbahan denim atau katun yang disandingkan
dengan kaus berukuran yang dilipat dengan lipatan kecil di lengan-lengannya,
dari sepatu tak berhak, hingga bercenti 10 dan bertali-tali seperti kasut para
ksatria Roma, beberapa di antaranya terbuat dari bahan yang dicampurkan dengan
glitter memberikan kesan kelap-kelip ketika tertimpa gemerlapan lampu disko,
dalam pesta di bawah terpal sederhana.
Mereka bertemu di
sebuah pesta pernikahan sahabat Chris, Tian si pengantin pria. Pengantin
wanitanya sendiri adalah sahabat karib Ariana, Andini. Ariana yang saat itu
mengenakan gaun cokelat sederhana, dengan ikat pinggang kecil menjelaskan
betapa indah lekuk tubuhnya, begitu memikat mata Chris. Ada banyak gadis cantik
di bawah terpal itu. Matanya tak sanggup berpaling ke yang lain, terpaku pada
bayangan Ariana yang sedang berdisko ria bersama teman-teman se-gengnya.
Bayangan Ariana selanjutnya menari-nari tanpa henti di pelupuk matanya sejak
saat itu.
Kesadaran
sebagai primadona seperti membuat Ariana tanggap pada setiap tatapan yang
beralamatkan dirinya sendiri. Dengan lirikan mata, dia menemukan pria itu
bercelana denim belel, baju putih berkerah tinggi dengan dada terbuka,
bersepatu bruce-lee, memegang segelas bir di tangannya sedang menatapnya
lekat-lekat. Sekali waktu pandangan mereka beradu, degup jantung Ariana seakan
terhenti dengan getar-getar aneh di dadanya, Ariana telah luluh di pandangan
pertama. Dan sejak saat itu bayangan lelaki itu tak berhenti mengisi
pikirannya, siapa namanya, siswa sekolah mana, di mana rumahnya dan
sensasi-sensari hangat yang ia rasakan di sekujur tubuhnya mengikuti gejolak
hatinya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar