Di sebuah ruangan rumah sakit,
saat bersama Indri (Adik Saya) mengunjungi saudara sepupu kami yang sedang sakit. Dan secara kebetulan hadir juga
di situ seseorang setelah beberapa menit kami bertukar cerita.
Tubuhnya tinggi tegap, rambutnya
mulai menipis, tidak berkacamata, penampilan sederhana, seorang atlit Karate
dan saya agak kaget ketika beliau mengatakan bahwa umurnya sudah 71 tahun kini.
Ada banyak cerita yang beliau
share, dan yang sangat menginspirasinya dan menjadi inspirasi buat saya adalah
:
Diceritakan dahulu ketika entah
dalam rezim apa, ada seorang tentara Jepang tidur dengan santainya sambil
membaca sebuah buku. Begitu menikmati hidup dalam ruangan yang sama sekali tak
besar. Lalu datang temannya begitu keheranan dengan sikap santai tentara Jepang
itu, tanpa rasa gugup sama sekali. “Besok kau akan dieksekusi mati, bagaimana
begitu kau masih tersenyum sendiri membaca buku? Tidak takutkah kau akan
kematian yang akan menjemputmu?” tanyanya.
“Ah besok belumlah tiba, untuk
apa saya harus setengah mati memikirkannya. Toh saya juga akan mati besok. Saya
hanya ingin menikmati saat ini, masih ada beberapa jam sebelum eksekusi itu, dan
saya ingin menikmati setiap detiknya”, jawab tentara Jepang itu.
“Cerita yang singkat tapi sangat
menjadi inspirasi buat saya”, kata beliau. Itu menjadi terakhir sebelum beliau
yang adalah Romo di biara St. Yoseph berpamitan, “Okay Obat saya sudah laku,
saatnya saya pamit”, katanya sambil tertawa dan berlalu.
Saya dan Indri pun juga berpamitan.
Dan dalam perjalanan menuruni jalan menurun dari paviliun menuju tempat parkir,
kami berdua membahas lagi apa yang kami dengar. Berterima kasih untuk beberapa menit kotbah
menyejukkan yang kami dengar di pagi itu, dan buat kami itu adalah “berkat”
Betapa sering saya menjadi
pengarang scenario terburuk dalam hidup saya, hanya karena kekuatiran yang
berlebihan, dan cerita singkat Romo ini menjadi semacam pengingat ketika saya
mulai merasa khawatir yang tidak perlu.
“Hidup adalah menikmati saat ini,
di tempat ini. Bukan dalam kenangan masa lalu, di tempat yang bahkan tak dapat
dipijaki lagi, bukan juga dalam ketakutan akan apa yang belum terjadi dan di
pijakan mana kaki akan menginjak”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar