Kamar itu bukan kamar yang besar.
Tidak ada kemewahan disana. Tidak ada AC, juga tidak berhiaskan gorden
berjuntai-juntai mewah, dengan lemari-lemari kokoh.
Kamar itu berkasur dengan aroma
pesing ketika aku terlelap tidur dan mati terhadap alarm rengekan balitaku yang
ingin ke kamar mandi, di tengah malam kala suhu bumi seperti menyelimuti dengan
kedingingan yang membuatku kehilangan kesadaran.
Kamar itu memiliki satu lemari
berpintu geser di sudut ruangan, dengan satu lemari kecil di sampingnya. Agak tidak
sepadan tanpa tempat tidur di hadapannya, melainkan dua buah kasur. Tapi aku
merasa nyaman.
Kamar itu bermeja persis di depan
kasur yang tergeletak di lantai dalam panjang, dan di depan pintu kamar mandi
dalam lebarnya. Di meja itu aku menemukan duniaku, dalam 10 hingga 30 menit
refeksi hingga beberapa jam singkat berselancar ria dalam imajinasi. Aku rindu
aroma buku-buku yang tersusun tidak rapi di sisi kiri dan kanannya, aku rindu
sentuhan jari jemariku menempel pada kabel-kabel speaker atau pada permukaan
laci meja yang tidak besar tapi cukup untuk menampung kitab-kitab kesayanganku.
***
Aku rindu suasana pagi ketika
terbangun di antara suami dan anak-anak yang terlelap. Udara sejuk di setiap pintu
yang terbuka, warna-warni bunga mekar, harumnya mawar dan kicauan burung-burung
merdu beradu bersama bisikan semilir angin. Aku rindu duduk sebentar di pintu
belakang rumah itu, menikmati sinar mentari yang semakin menghangat perlahan
dan pasti. Aku rindu bersentuhan dengan setiap yang terletak di dapur itu.
Aroma beras, bawang, terigu, dan denting perkakas yang dimainkan anak
perempuanku ketika berusaha meniruku memasak.
Aku rindu hanya untuk menyentuh pipinya, memeluknya,
menyiapkan pakaiannya, sarapannya, dan aku rindu pelukan hangat dalam setiap
pamitnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar