Senin, 06 Juli 2015

Kamar

Kamar itu bukan kamar yang besar. Tidak ada kemewahan disana. Tidak ada AC, juga tidak berhiaskan gorden berjuntai-juntai mewah, dengan lemari-lemari kokoh.

Kamar itu berkasur dengan aroma pesing ketika aku terlelap tidur dan mati terhadap alarm rengekan balitaku yang ingin ke kamar mandi, di tengah malam kala suhu bumi seperti menyelimuti dengan kedingingan yang membuatku kehilangan kesadaran.

Kamar itu memiliki satu lemari berpintu geser di sudut ruangan, dengan satu lemari kecil di sampingnya. Agak tidak sepadan tanpa tempat tidur di hadapannya, melainkan dua buah kasur. Tapi aku merasa nyaman.

Kamar itu bermeja persis di depan kasur yang tergeletak di lantai dalam panjang, dan di depan pintu kamar mandi dalam lebarnya. Di meja itu aku menemukan duniaku, dalam 10 hingga 30 menit refeksi hingga beberapa jam singkat berselancar ria dalam imajinasi. Aku rindu aroma buku-buku yang tersusun tidak rapi di sisi kiri dan kanannya, aku rindu sentuhan jari jemariku menempel pada kabel-kabel speaker atau pada permukaan laci meja yang tidak besar tapi cukup untuk menampung kitab-kitab kesayanganku.

***

Aku rindu suasana pagi ketika terbangun di antara suami dan anak-anak yang terlelap. Udara sejuk di setiap pintu yang terbuka, warna-warni bunga mekar, harumnya mawar dan kicauan burung-burung merdu beradu bersama bisikan semilir angin. Aku rindu duduk sebentar di pintu belakang rumah itu, menikmati sinar mentari yang semakin menghangat perlahan dan pasti. Aku rindu bersentuhan dengan setiap yang terletak di dapur itu. Aroma beras, bawang, terigu, dan denting perkakas yang dimainkan anak perempuanku ketika berusaha meniruku memasak.


Aku rindu  hanya untuk menyentuh pipinya, memeluknya, menyiapkan pakaiannya, sarapannya, dan aku rindu pelukan hangat dalam setiap pamitnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar