Gelap yang dipercaya sebagai tempat
tinggalnya makhluk-makhluk malam dengan rupa-rupanya yang menyeramkan sungguh
menjadi momok yang menakutkan bagiku. Rasa takut yang mengendap, mengakar
mengikat dan mencengkeram bahkan mematikan langkah-langkahku untuk melakukan
sesuatu di bawah langit yang gelap. Rasa takut yang sangat besar, yang bermula
dari ungkapan “awas, ada banyak setan di luar. Ada Nenek gigi ompong yang
wajahnya hitam, Ada manusia berwajah plat, tidak punya mata, telinga, hidung
dan mulut. Jangan dekat-dekat jenazah yang disemayamkan, ada jenazah yang bisa
bangun dan biasanya memeluk pelayat yang berdiri di depannya, dan berbagai
macam cerita konyol.
Sayangnya, dongeng masa kecil yang berwujud
asli kebohongan itu tumbuh liar, membelah diri
dengan angka kelipatan yang
besar, mengurungku bertahun-tahun. Dari sebuah artikel diketahui bahwa hampir
semua anak mengalami takut gelap salah satu jenis ketakutan di antara beragam
phobia yang ada. Penelitian mengungkapkan bahwa hampir 90 % anak-anak mengalami
ini, dan ketika mereka tidak dapat
mengatasinya membawanya hingga usia mereka beranjak dewasa maka ketakutan masa kanak-kanak
itu menjadi phobia yang bisa menjadi halangan dalam hidupnya dan mengurangi
produktivitasnya.
Normalnya orang mengkhawatirkan apa
yang tidak dapat dilihatnya dalam gelap, seperti takut menabrak sesuatu atau
orang di hadapannya; tetapi tidak dengan
mereka yang mengalami fobia akan gelap, atau sering disebut nyctophobic. Selain
ketakutan akan apa yang tak terlihat, nuansa gelap sendiri sudah sangat
menakutkan. Berada sendirian di ruangan ataukah alam gelap bisa menyebabkan
kepanikan, gemetaran atau berkeringat.
Dan seperti itulah diriku. Jiwaku menjadi kecil dan ciut ketika terjebak
kegelapan. Keadaan dimana terang dan gelap berganti tanpa menunggu aba-aba. Di
saat ruangan tiba-tiba menjadi gelap, serta merta aku akan berdiri diam di
tempat, sambil memanggil orang-orang di sekitarku dengan histeris
berimajinasikan makhluk-makhluk menyeramkan yang seperti nyata ada di sekitarku
hendak memeluk atau yang akan muncul tiba-tiba di hadapanku.
Pada tingkatan tertentu orang dewasa yang mengalami ini memerlukan
tenaga professional (psikolog) untuk membantu mereka mengurangi rasa takut
mereka akan gelap. Sejak menjadi seorang ibu, mau tidak mau aku harus bisa
mengatasi masalah ini. Tentu saja aku tak ingin mewariskan ketakutan ini ke
anak-anak. Ketakutan akan gelap, suatu keadaan dimana aku tak bisa melihat
apapun selain kegelapan, tak dapat melihat sudut-sudut ruangan, lalu
mempercayai bahwa di setiap atmosfir di luar tubuhku sendiri, menjadi tempat
tinggal makhluk yang konotasinya adalah setan.
Mungkin keberadaan makhluk-makhluk halus itu ada, seperti yang
diceritakan dan menjadi dongeng. Tapi selama mereka memiliki dunia mereka
sendiri dan kita tidak mengusiknya, tidak ada yang perlu ditakutkan.
Yang perlu menjadi perhatian, jangan biasakan atau sekalipun
menakut-nakuti anak-anak balita kita, dengan imajinasi-imajinasi menyeramkan,
hanya karena kita tidak ingin mereka bermain di luar karena hari sudah gelap
atau agar mereka menjadi takut dan mau membuka mulut untuk disuapi, atau agar mereka
berhenti bermain dan segera tidur.
Katakan alasan dengan jelas dan masuk akal, mengapa tidak boleh ada
banyak aktivitas di tengah kegelapan, agar tidak tertabrak sesuatu atau orang.
Jika kita tidak ingin anak-anak kita menjadi anak-anak yang jiwanya kecil, dan
membawa rasa takut yang berlebihan dalam hidup mereka. Karena gelap juga
merupakan bagian dari hidup. Dan setiap temaram rembulan juga harus diterima
sebagaimana terangnya mentari.
Lalu bagaimana dengan Anda, apakah Anda juga termasuk orang yang takut akan gelap berlebihan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar