Minggu, 28 Juni 2015

Pesan Dari Berbagai Tradisi Agama

Saya jarang pake “banget” hehe menonton TV. Kemarin pas lagi santai dan bisa pegang remote bebas menentukan channel mana yang ingin saya tonton, karena si penguasa remote lagi berendam di mata air Oemau bersama kawan-kawannya. Pas buka sekilas Global TV, lihat liputan tentang seorang ustad namanya Yuke kalau tidak salah, mantan anggota Band beraliran Rock, yang penampilannya sudah berubah 180 derajat, dari yang super gondrong, dan metal kini bersorban dengan kening kehitaman, yang menurut cerita teman-teman dikarenakan sering bersujud dalam sholat. Namun apapun itu, yang menarik adalah kesaksiannya : “Dulu kalau istri ke LN atau pergi-pergi, saya pasti bilang Yesss, dianya Gak ada, berarti bebas mau ngelakuin apa aja. Tetapi sejak saya mengenal Allah, sekarang saya selalu ingatin ke dia (istrinya) maksudnya dan juga ke diri saya sendiri, besok-besok tanggung jawab kita masing-masing lho, jadi selama hidup mari kita saling dukung untuk berbuat baik. Dan kalau saya pergi atau istri saya sedang keluar, sudah gak ada kata Yesss lagi, tapi tanggung jawabnya lebih ke Allah”. Saya tiba-tiba teringat postingan adik saya berapa bulan lalu : “Apa saja yang diperbuat pasanganmu di luar rumahmu, biarlah itu menjadi urusannya dengan Tuhan”. Intinya kurang lebih persis sama. Bedanya Ustad itu sudah tentu beragama Islam dan adik saya beragama Katolik.


Selanjutnya setelah liputan tentang ustad itu, tak menarik lagi buat saya. Saya coba pindah ke channel yang lain, ada sebuah kesaksian di siaran itu. Saya mengaminkan mujizat yang di alami oleh bapak pemberi kesaksian, karena saya mengimani Yesus Kristus. Yang membuat saya tidak tertarik adalah komentar mediator : “jadi bapak sembuh karena datang ke gereja ini. Sembuh karena minyak urapan? Jadi ingat “yang ada minyak u loh!” bukan yang lain, jalan ke sorga…!”. “Bah, ko su macam penjual obat saja. Pernyataanmu itu seolah-olah mau bilang, yang ada minyak urapannya saja yang bisa bawa orang ke surga.” Saya menggerutu sendiri. (Maaf buat yang pake minyak, bukan berarti minyak tak baik pernyataan itu kurang benar menurut saya).

Setelah tontonan TV itu menjadi semakin tidak menarik, saya kembali ke bacaan A Simple Path-Ibu Teresa, yang entah sudah berapa belas kali saya baca. Jalan Sederhana tentang contoh nyata dan konkret kehidupan Kristus di jaman modern ini. Bagaimana Misionaris Cinta Kasih melayani sesamanya, tanpa mempedulikan agama mereka-mereka yang termiskin, yang terbuang. Bagaimana mereka sekumpulan minoritas di antara para muslim dan hindu, bisa menyatu dalam pelayangan hanya dalam satu “Bahasa Kasih”. Karena Cinta dan kasih buat para Misionaris Cinta Kasih adalah perbuatan nyata. Saya tidak hidup bersama mereka, tetapi pesan yang disampaikan itu begitu mendalam, dan menjadi pelajaran untuk keseharian saya. Saya tidak harus ke Calcutta untuk melayani para penderita kusta, tetapi saya bisa melayani dengan sepenuh hati siapa saja yang bisa saya bantu dan semoga saya selalu bisa melihat penyamaran Yesus dalam diri yang terkecil dan itu selalu menjadi doa saya.

Dalai Lama berkata ; “Semua tradisi agama besar pada dasarnya membawa pesan yang sama, yaitu cinta, kasih sayang dan pengampunan, dan hal yang penting adalah hal tersebut harus menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari”.

Akhirnya apakah dia seorang Ustad, Pendeta, Pastor, Suster atau bahkan orang  awam biarlah mereka menyampaikan jalan ke surga dengan cara mereka berdasarkan Cinta, Kasih dan Pengampunan. Karena pengajaran yang mengajarkan Cinta, kasih Sayang dan Pengampunan sudah tentu membawa Damai Sejahtera bagi para pengikutnya pada khususnya dan bagi sebuah bangsa pada umumnya. Dan perbedaan itu hendaknya memperkaya hidup kita, bukannya menjadikan diri kita merasa menjadi yang paling benar. Amin.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar