Saya jarang pake “banget” hehe
menonton TV. Kemarin pas lagi santai dan bisa pegang remote bebas menentukan
channel mana yang ingin saya tonton, karena si penguasa remote lagi berendam di
mata air Oemau bersama kawan-kawannya. Pas buka sekilas Global TV, lihat liputan
tentang seorang ustad namanya Yuke kalau tidak salah, mantan anggota Band
beraliran Rock, yang penampilannya sudah berubah 180 derajat, dari yang super
gondrong, dan metal kini bersorban dengan kening kehitaman, yang menurut cerita
teman-teman dikarenakan sering bersujud dalam sholat. Namun apapun itu, yang
menarik adalah kesaksiannya : “Dulu kalau istri ke LN atau pergi-pergi, saya
pasti bilang Yesss, dianya Gak ada, berarti bebas mau ngelakuin apa aja. Tetapi
sejak saya mengenal Allah, sekarang saya selalu ingatin ke dia (istrinya)
maksudnya dan juga ke diri saya sendiri, besok-besok tanggung jawab kita
masing-masing lho, jadi selama hidup mari kita saling dukung untuk berbuat
baik. Dan kalau saya pergi atau istri saya sedang keluar, sudah gak ada kata
Yesss lagi, tapi tanggung jawabnya lebih ke Allah”. Saya tiba-tiba teringat
postingan adik saya berapa bulan lalu : “Apa saja yang diperbuat pasanganmu di
luar rumahmu, biarlah itu menjadi urusannya dengan Tuhan”. Intinya kurang lebih
persis sama. Bedanya Ustad itu sudah tentu beragama Islam dan adik saya
beragama Katolik.
Selanjutnya setelah liputan
tentang ustad itu, tak menarik lagi buat saya. Saya coba pindah ke channel yang
lain, ada sebuah kesaksian di siaran itu. Saya mengaminkan mujizat yang di
alami oleh bapak pemberi kesaksian, karena saya mengimani Yesus Kristus. Yang membuat
saya tidak tertarik adalah komentar mediator : “jadi bapak sembuh karena datang
ke gereja ini. Sembuh karena minyak urapan? Jadi ingat “yang ada minyak u loh!”
bukan yang lain, jalan ke sorga…!”. “Bah, ko su macam penjual obat saja. Pernyataanmu
itu seolah-olah mau bilang, yang ada minyak urapannya saja yang bisa bawa orang
ke surga.” Saya menggerutu sendiri. (Maaf buat yang pake minyak, bukan berarti
minyak tak baik pernyataan itu kurang benar menurut saya).
Setelah tontonan TV itu menjadi
semakin tidak menarik, saya kembali ke bacaan A Simple Path-Ibu Teresa, yang
entah sudah berapa belas kali saya baca. Jalan Sederhana tentang contoh nyata
dan konkret kehidupan Kristus di jaman modern ini. Bagaimana Misionaris Cinta
Kasih melayani sesamanya, tanpa mempedulikan agama mereka-mereka yang
termiskin, yang terbuang. Bagaimana mereka sekumpulan minoritas di antara para
muslim dan hindu, bisa menyatu dalam pelayangan hanya dalam satu “Bahasa Kasih”.
Karena Cinta dan kasih buat para Misionaris Cinta Kasih adalah perbuatan nyata.
Saya tidak hidup bersama mereka, tetapi pesan yang disampaikan itu begitu
mendalam, dan menjadi pelajaran untuk keseharian saya. Saya tidak harus ke
Calcutta untuk melayani para penderita kusta, tetapi saya bisa melayani dengan
sepenuh hati siapa saja yang bisa saya bantu dan semoga saya selalu bisa
melihat penyamaran Yesus dalam diri yang terkecil dan itu selalu menjadi doa
saya.
Dalai Lama berkata ; “Semua
tradisi agama besar pada dasarnya membawa pesan yang sama, yaitu cinta, kasih
sayang dan pengampunan, dan hal yang penting adalah hal tersebut harus menjadi
bagian dari kehidupan kita sehari-hari”.
Akhirnya apakah dia seorang
Ustad, Pendeta, Pastor, Suster atau bahkan orang awam biarlah mereka menyampaikan jalan ke surga
dengan cara mereka berdasarkan Cinta, Kasih dan Pengampunan. Karena pengajaran
yang mengajarkan Cinta, kasih Sayang dan Pengampunan sudah tentu membawa Damai
Sejahtera bagi para pengikutnya pada khususnya dan bagi sebuah bangsa pada
umumnya. Dan perbedaan itu hendaknya memperkaya hidup kita, bukannya menjadikan
diri kita merasa menjadi yang paling benar. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar