Jumat, 12 Juni 2015

Apakah Anak Anda juga di Bully?

“Anak polisi mah bodok”, begitu ma kata teman-teman ke salah satu temannya. “Kakak kasihan mama sama dia, pernah sekali dia menangis gara-gara di ejek teman-teman”, ceritanya.

Suami saya langsung mendongakkan kepala, ketika baru saja hendak menyuapkan nasi itu ke mulutnya. “Lalu kakak juga ikutan mengejek?”, tanya suami. “Tidak papa, biasanya kakak hanya diam saja. “Jangan yah kak, begitu juga dengan kakak, mau bermain seperti apa dengan teman, tidak boleh bawa-bawa nama orang tuanya, orang tua lagi kerja di kantor koq di bawa-bawa”, lanjut suami menasihatinya. Saya sendiri juga kaget, sampai sebegitunya kah, bullying verbal itu terjadi.

Pernah sekali saya dan si sulung berdiskusi tentang satu hal. Dia menemani saya mencuci pakaian. Diskusi itu berakhir dengan ngambek-an karena saya tidak mengijinkan permintaannya untuk bermain di sekitar kali, bersama teman-temannya. 

Sembari mencuci saya berpikir, “Ah mungkin saya terlalu kasar dengannya”. Saya panggil-panggil tak ada jawaban. Saya pun menyusulnya, belum beberapa langkah saya berjalan, anak lelaki saya sedang duduk di lantai di bawah kulkas. Saya memeluknya sambil berkata :
“kakak, bukan mama tidak mengijinkan kakak bermain, tapi mainnya di sekitar sini saja e, jangan jauh-jauh apalagi ke kali. Lalu bersepeda ke jalan besar, apakah kakak ikut bersama teman-teman atau tidak. Mama minta sebaiknya kakak pikirkan lagi kalau di ajak bersepeda ke jalan, sampai sepeda kakak diperbaiki e bisa?” (rem rusak, gara2 dipreteli dia dan kawan-kawannya yang mungkin lagi mau belajar rakit. Bia bongkar pasang sonde bisa),. “Bisa Ma”, jawabnya singkat.

Ketika hendak saya mencium pipinya, saya kaget. “Lha kakak kenapa menangis?” tanya saya. “Mama kakak merasa buruk sekali”, jawabnya. “Lha buruk kenapa? Kakak tidak buruk e, mama punya anak ganteng dan baik kah, ada apa di sekolah?”, kata saya. “Kakak di sekolah tidak punya teman, Ma. Kalau bola sudah di tangannya si Dede, dia mau dia semua, dia kasih keluar kami dan larang kami bermain. Kadang permisi banyak-banyak e, Ma dia bilang begini ke kakak, ‘T*l* nih, Gajah, Bontak”, ceritanya sambil menahan tangis dalam pelukan saya. “Hem, baru sekelas ada berapa orang? 30 orang sekelas 30 orang semuanya tidak mau berteman dengan kakak?” tanya saya. “Ada yang main dengan Kakak juga ma, biasanya mereka yang di larang bermain sama si D*d* itu. Kami ada 5 orang termasuk kakak Ma.”jawabnya. “Nah, 4 orang ju tidak apa-apa kakak. Jadikan mereka teman baik kakak. Tapi sebelumnya kakak harus jadi teman yang baik dulu e. Ingat seberapa buruk perlakuan teman-teman ke kakak, jangan pernah merasa buruk, dan jangan membenci”.

Saya menarik napas panjang. Hem, anak saya sudah menjadi korban bully nih. Saya tetap memeluknya sambil mendengarkan semua ceritanya, adiknya berdiri di samping membelai-belai kepala kakaknya. Mencium kakaknya. Setelah beberapa lama bercerita, keceriaan itu ada di wajahnya berganti dengan menggoda adiknya. Kami bertiga bercanda bersama. Sebelum melanjutkan gambar dia datang memeluk saya dan berkata : “mama, jangan bilang papa e, kalau tadi kakak sudah membentak mama e”. “Ah iya kak, mama tidak lapor, jangan buat begitu lagi e”, Jawab saya.

Saya menyambung perkataan suami saya sewaktu di meja makan : “Kakak, sendiri sudah merasa sangat tidak enak di ejek kan. Nah jangan buat ke teman lain e. Apa yang kita tidak mau orang buat ke kita, jangan buat itu ke orang lain. Kalau tidak mau diejek,dihina yah jangan mengejek atau menghina”. “Iya Ma”, jawabnya.

“Anak-anak sekarang ini rawan terhadap ancaman perilaku menekan, mencemooh atau mengganggu,yang sering disebut bullying. Dan anak yang menjadi korban bullying masih merasakan hingga lebih dari 4o tahun, dampak kesehatan psikis dan mental akibat peristiwa yang di alaminya”

Bentuk-bentuk bullying :

Bullying fisik : memukul, menjegal, mendorong, meninju, mengancam secara fisik, memelototi, atau mencuri barang.

Bullying psikologis : menyebarkan gossip, mengancam, gurauan yang mengolok-ngolok, secara sengaja mengisolasi seseorang, mendorong orang lain untuk untuk mengasingkan seseorang secara social, dan menghancurkan reputasi orang.

Bullying verbal : menghina, menyindir, meneriaki dengan kasar,memanggil dengan julukan keluarga, kecacatan atau ketidakmampuan.

Bullying bukan kata asing lagi. Bahkan kita sebagai orang tua dalam keadaan luar biasa, tidak terkontrol dengan sangat terpaksa, mengeluarkan kata “bodoh, pemalas, lambat”, atas kelakuan anak-anak kita lalu menyesal kemudian ; karena sudah memberi label negatif atas mereka. Menjadi orang tua tidak mudah. Lebih sulit melatih kesabaran daripada mengusahakan keperluan anak-anak secara materi. Tapi bukan berarti tidak dapat diusahakan. Saya sendiri belajar setiap hari, untuk bisa menjadi orang tua yang baik. Jika hari ini ada cacat, maka besok diusahakan untuk lebih baik lagi.

Bisa bayangkan bagaimana perasaan anak-anak itu ketika di bully. Bagaimana rasanya menjadi Jeri yang beda sendiri, karena kebetulan memiliki postur tubuh yang besar, atau menjadi Firman temannya yang kerap dapat nilai jelek di sekolah dan kebetulan anak pol*s*, sudah merasa tidak mampu malah orang tua dibawa-bawa, atau bagaimana rasanya menjadi Angeline almarhum yang ke sekolah dengan bau tahi ayam, lalu di bully di sekolahan di jauhi karena kondisinya? Sudah pasti sakit dan memilukan.

Jangan biarkan anak-anak kita menanggungnya sendiri. Mereka butuh telinga untuk mendengarkan curhatan-curhatan mereka, pelukan yang hangat untuk membuat mereka merasa bahwa mereka tidak sendiri di dunia ini. Maka sediakan waktu untuk berbincang dengan putra dan putri kita. Kita tidak akan pernah tahu apa yang mereka alami di sekolah, jika kita terus diam tak berkomunikasi, merasa sudah cukup hanya dengan memberi makan, menyediakan keperluan mereka.  Mereka lebih dari sekedar sandang dan pangan.

Sepertinya sosialisasi di sekolahan perlu tentang bullying ini, agar ejekan-ejekan yang selama ini di anggap pola permainan biasa antara teman itu bisa di alihkan ke bentuk yang lain. Karena terkadang pengrusakan barang, pemukulan terjadi, juga karena setelah seorang anak di bully secara psikologis dan verbal. Sayangnya perhatian lebih ke yang terjadi secara fisik tanpa ditelusuri kenapa si anak sampai sampai memukul, merusak dsb.

Akhirnya, adalah tugas kita untuk membantu buah hati kita untuk tetap mengerti bahwa : “Tidak peduli apapun yang orang lain katakana terhadapnya, dia harus  “baik”senantiasa. Jangan simpan rasa benci, rasa buruk atau apapun. Ingatkan dia bahwa “jika Tuhan menjadi sahabat kita kenapa kita hars takut?”

sewaktu membuat tulisan ini, tiba2 teringat Angeline....Angeline, Angeline betapa luar biasa yang sudah engkau lalui. Memeluknya kuat-kuat dalam imaginasi, dan saya yakin Angelin sudah jadi malaikat di surga.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar