Kamis, 07 Maret 2013

Kain Tenun



Di Puskesmas kota siang ini, perawat gigi itu memanggil seorang ine berlawo lambu. Semula saya berpikir ine ini pasti keluarganya. Tapi pikiran itu berubah, ketika Ine itu mengeluarkan beberapa lembar kain tenun dari dalam tas tenun jinjingannya. 

Dan terjadilah percakapan :
Ibu : “Ine, kain yang kemarin tipis sekali ko, sa tukar bisa kah.?
Ine : “ Tipis bagaimana..? itu karena belum dicuci, kalau dicuci ikatan benangnya bisa menjadi susut.
Ibu : “Kalau begitu kasih turun harga sudah e, jadi 600.”
Ine : “Aduh tidak bisa, sekarang kain harga naik semua, tidak dapat lagi 600. Rata-rata sudah satu dua.
Ibu : “Kalau yang itu punya siapa..?” tanya ibu itu sambil menunjukkan kain motif bunga-bunga berwarna kuning.
Ine : “Oh ini pesanan ibu di ruang sebelah..”

Saya hanya mendengarkan dan menyimak percakapan itu, menunggu hingga transaksinya selesai. Saya lalu berpikir : “Ada bagusnya juga e, ditetapkannya peraturan daerah untuk mengenakan lawo lambu dan luka lesu (benarkah penulisannya). Setidaknya setiap sebulan sekali ada pemandangan menarik. Para PNS berseliweran dengan menggunakan pakaian daerah ende lio. Ketika antri di bank terlihat bapak-bapak dan ibu-ibu mengantri dengan memakai lawo lambu dan luka lesu. Asyik gitu loh....:).  Di halaman FB juga terpampang foto para pegawai dengan menggunakan pakaian daerah. Mereka terlihat gagah terbalut busana daerah kini tidak harus menunggu acara lamaran atau acara-acara adat. Tanta-tanta di kampung semoga dagangan tenunan mereka bisa laris e...dan mungkin juga di antara kreditan Sophie Martin, Kokopeli atau yang lainnya, pasti sekarang terselip juga kreditan kain tenun. :)”

Pikiran  itu terhenti ketika perawat gigi itu meminta Jeri untuk naik ke kursi untuk dicabut giginya...:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar