Buku berjudul Pelacurku yang
Sendu karangan Gabriel Garcia Marquez setebal 133 halaman ini dibuka dengan
kalimat dari seorang Profesor yang tidak memiliki pekerjaan lain selain menulis
selama hampir lebih dari setengah abad usianya, “Pada usiaku yang kesembilan
puluh, ingin kuhadiahi diri sendiri dengan satu malam yang berluapan cinta liar
bersama seorang perawan dewasa”. Kalimat pembuka yang sangat kuat dan menarik.
Ide yang membuatnya menghubungi
Rosa Cabarcas, pemilik rumah terlarang, yang sebelum dua puluh tahun berlalu,
pernah menawari profesor segala model perempuan dan selalu ia jawab tidak.
Rosa menghadirkan untuknya
seorang anak perempuan empat belas tahun yang masih perawan yang hanya punya
waktu singkat karena ia harus memberi makan adik-adiknya, menidurkan mereka
juga membantu ibunya yang terkena rematik. Mereka bertemu pada pertemuan pertama,
kedua, dan si profesor tak pernah menyentuh sedikitpun tubuh perempuan
telanjang yang berbaring di salah satu kamar milik Rosa Cabarcas. Perempuan yang tak pernah ia ingin ketahui
namanya, selain Delgadina, nama yang ia berikan di malam pertama mereka bertemu,
nama gadis dalam impiannya atau nama kapal Columbus yang terkecil.
Gabriel menguraikan karakteristik
orang tua - saat profesor menginjak usia lima puluh tahun di mana ia sering
mengalami kejadian lupa - dengan sangat baik. Profesor sering mencari kacamata
ke seluruh pelosok rumah dan ternyata ia kenakan, sarapan dua kali dalam sehari
karena lupa bahwa ia sudah sarapan sebelumnya, atau menceritakan kembali
hal-hal yang pernah diceritakan. Ia juga mengutip perkataan, Cicero – seorang cendekiawan
di masa Romawi kuno) bahwa, “meskipun orang tua suka melupakan hal-hal remeh
temeh, mereka tak pernah lupa di mana hartanya berada.”
Pada akhirnya bersama Delgadina
ia menemukan pengalaman tidak menjadi dirinya sendiri dan menemukan fakta bahwa
ia jatuh cinta. Ia kehilangan nafsu makan, bobot tubuhnya turun, celananya
longgar, linglung atau tidak bisa melakukan hal-hal berarti saat malam tiba dan
kolom-kolom yang ditulisnya bersarat cinta.
Ia melewatkan usia sembilan puluh
satu tahunnya bersama Delgagina, saling bergandeng tangan di ranjang yang sama
di rumah terlarang Rosa Carbacas. Mungkin itu adalah saat pertama ia meniduri Delgadina
yang terus berlanjut hingga usianya menginjak seratus tahun lebih. Seperti yang
dikatakan oleh Rosa Carbacas kepadanya, “Makhluk malang itu jatuh cinta
habis-habisan terhadapmu.”
Ini adalah buku kedua Gabriel
setelah Love in The Time of Cholera. Yang sangat mengusik adalah mengapa selalu
ada bagian cerita kehidupan seks gadis-gadis di bawah umur dalam
cerita-ceritanya. Mungkinkah ia sedang mengangkat isu-isu incest atau pelacuran
gadis-gadis di bawah umur yang terpaksa melakukan dan dengan sukarela
menikmati?
Buat saya, saya selalu suka
Gabriel. Caranya bercerita, alurnya yang tak teratur, diksi yang padat,
kutipan-kutipan yang mengena selalu meninggalkan jejak dalam hati. Dan, seperti biasa saya bakal membutuhkan
tiga hingga empat hari untuk bisa sedikit merenggangkan ingatan terhadap kisah
ini.
“Cinta memang tak pernah mengenal
batas usia”
Antonetta MLengo
Rote, 07April2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar