Sabtu, 06 April 2019

Ulasan Para Pelacurku yang Sendu


Buku berjudul Pelacurku yang Sendu karangan Gabriel Garcia Marquez setebal 133 halaman ini dibuka dengan kalimat dari seorang Profesor yang tidak memiliki pekerjaan lain selain menulis selama hampir lebih dari setengah abad usianya, “Pada usiaku yang kesembilan puluh, ingin kuhadiahi diri sendiri dengan satu malam yang berluapan cinta liar bersama seorang perawan dewasa”. Kalimat pembuka yang sangat kuat dan menarik.

Ide yang membuatnya menghubungi Rosa Cabarcas, pemilik rumah terlarang, yang sebelum dua puluh tahun berlalu, pernah menawari profesor segala model perempuan dan selalu ia jawab tidak.
Rosa menghadirkan untuknya seorang anak perempuan empat belas tahun yang masih perawan yang hanya punya waktu singkat karena ia harus memberi makan adik-adiknya, menidurkan mereka juga membantu ibunya yang terkena rematik. Mereka bertemu pada pertemuan pertama, kedua, dan si profesor tak pernah menyentuh sedikitpun tubuh perempuan telanjang yang berbaring di salah satu kamar milik Rosa Cabarcas.  Perempuan yang tak pernah ia ingin ketahui namanya, selain Delgadina, nama yang ia berikan di malam pertama mereka bertemu, nama gadis dalam impiannya atau nama kapal Columbus yang terkecil.

Gabriel menguraikan karakteristik orang tua - saat profesor menginjak usia lima puluh tahun di mana ia sering mengalami kejadian lupa - dengan sangat baik. Profesor sering mencari kacamata ke seluruh pelosok rumah dan ternyata ia kenakan, sarapan dua kali dalam sehari karena lupa bahwa ia sudah sarapan sebelumnya, atau menceritakan kembali hal-hal yang pernah diceritakan. Ia juga mengutip perkataan, Cicero – seorang cendekiawan di masa Romawi kuno) bahwa, “meskipun orang tua suka melupakan hal-hal remeh temeh, mereka tak pernah lupa di mana hartanya berada.”

Pada akhirnya bersama Delgadina ia menemukan pengalaman tidak menjadi dirinya sendiri dan menemukan fakta bahwa ia jatuh cinta. Ia kehilangan nafsu makan, bobot tubuhnya turun, celananya longgar, linglung atau tidak bisa melakukan hal-hal berarti saat malam tiba dan kolom-kolom yang ditulisnya bersarat cinta.

Ia melewatkan usia sembilan puluh satu tahunnya bersama Delgagina, saling bergandeng tangan di ranjang yang sama di rumah terlarang Rosa Carbacas. Mungkin itu adalah saat pertama ia meniduri Delgadina yang terus berlanjut hingga usianya menginjak seratus tahun lebih. Seperti yang dikatakan oleh Rosa Carbacas kepadanya, “Makhluk malang itu jatuh cinta habis-habisan terhadapmu.”

Ini adalah buku kedua Gabriel setelah Love in The Time of Cholera. Yang sangat mengusik adalah mengapa selalu ada bagian cerita kehidupan seks gadis-gadis di bawah umur dalam cerita-ceritanya. Mungkinkah ia sedang mengangkat isu-isu incest atau pelacuran gadis-gadis di bawah umur yang terpaksa melakukan dan dengan sukarela menikmati?

Buat saya, saya selalu suka Gabriel. Caranya bercerita, alurnya yang tak teratur, diksi yang padat, kutipan-kutipan yang mengena selalu meninggalkan jejak dalam hati.  Dan, seperti biasa saya bakal membutuhkan tiga hingga empat hari untuk bisa sedikit merenggangkan ingatan terhadap kisah ini.  

“Cinta memang tak pernah mengenal batas usia”


Antonetta MLengo
Rote, 07April2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar