Rabu, 28 Oktober 2015

Waktu dan Caranya Sendiri

Selama ini aku hanya berjongkok memperhatikan kutu-kutu putih yang melekat di batang-batang pohon mawar yang ada di salah satu pot di sudut teras. Sudah lama mawar yang harum semerbak itu tak lagi menguncup dan mekar sempurna. Dan sepertinya kutu-kutu yang berkumpul bergerombol di beberapa titik batangnya itulah penyebabnya.

Kemarin aku dapati salah satu cabang di pot sebelahnya, mulai dikutui kutu-kutu putih, mawar putih itu tidak berbau harum, tapi selalu sedap dipandang ketika berbunga, aku lalu menanggapinya dengan sedikit kepanikan, “Bagaimana jika kutu-kutu putih itu menyerang semua pot-pot bunga mawar disini? Akan sulit menikmati kembangnya sudah pasti.”

 Bergegas aku ke kamar, duduk di depan laptop dan mulai mengetik : Bagaimana mengatasi kutu putih pada pawar. Aku mendapatkan satu jawaban yang menurutku gampang untuk dilakukan, http://ayoberkebun-hervin.blogspot.com memberikan tips kurang lebih begini, “Siapkan air yang telah dicampur detergen / sabun cuci cair dengan perbandingan 1 liter air 1 sendok makan detergen, lalu aduk merata. Gunakan Spon lembut untuk menghilangkan kutu putih. Celupkan spon ke larutan detergen, usapkan perlahan terhadap bagian daun yang terkena. Lakukan berulang-ulang sampai kutu putih hilang. Bilas dengan air bersih biasa terhadap larutan detergen yang menempel pada daun terserang. Tanaman sudah terbebas dari kutu putih...”.

Hal yang sederhana untuk dilakukan, namun masih tertunda, aku sendiri belum membeli spon untuk melunturkan kutu-kutu putih itu J.

Melodya, balita dua setengah tahun, anak keduaku, datang ke sampingku, dan meminta dipetiki sekuncup mawar. Awalnya aku keberatan untuk itu sebenarnya. Menanti mawar-mawar itu berbunga sempurna juga merupakan kenikmatan tersendiri. Tapi akhirnya kuncup itu tetap kupetik, dan memberikan kepada putriku,  sebuah kuncup mawar yang masih terbungkus dengan beberapa helai daun muda di sisi-sisinya.

Kali ini aku dibuat bingung karena kuncup bunga itu diterima dengan tangisan. Mungkinkah bocah ini sebenarnya menginginkan sebuah mawar yang mekar? Tapi bagaimana mungkin?

Aku mencoba untuk membuka kuncup-kuncup itu, memaksanya untuk mengembang sempurna. Tapi yang aku dapatkan adalah kecantikan mawar yang menjadi rusak dalam sekejap. Kelopak-kelopaknya berjatuhan, alih-alih menjadi cantik, kuncup mawar itu malah menjadi hancur.

Tak ada lagi tangisan dari bibir kecil itu, yang ada kini hanya tawa riang, mungkin bocah itu merasa lucu akan ekspresiku yang sedih dan melebih-lebihkannya menjadi suatu reaksi jatuh terduduk dengan wajah kesakitan.

Setelah beberapa lama kami bermain, berpelukan, menyanyi dan tertawa. Kaki-kaki kecilnya itu kini beralih ke sepeda kecilnya yang dikayuhnya dari satu ruangan ke ruangan lainnya.

Aku masih di teras samping, dimana suamiku meletakkan pot-pot mawar kesayangan kami. Menatap kelopak-kelopak mawar yang kini menjadi sampah itu. Aku lalu membatin, “Seperti itu pula banyak hal dalam kehidupan, terkadang kita harus membiarkannya terbuka dengan caranya sendiri dan dengan waktunya sendiri.”

Kampung Biru, Rote-Ndao, 28/10-2015.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar