Ketika sedang menyeduh
kopi susu, saya teringat sahabat saya yang cemerlang kehidupannya, kini telah
menikah seakan seperti sebuah akhir dari sebuah penantian. Menjadi seorang
dokter dan dinikahi dokter pula. Aura kebahagiaan begitu jelas terpancar dari
wajahnya, ah saya turut bahagia untukmu sahabat.
Ada juga pasangan lain
yang terpaksa harus menikah karena terlanjur hamil, dijodohkan orang tua, ada
yang menjalin hubungan sejak smp atau sma hingga mapan tanpa pernah berganti-ganti
pasangan dan menikah. Atau memutuskan untuk menikah dalam masa penjajakan yang
relatif singkat, kata orang cinta pada pandangan pertama J.
Setiap pasangan
memiliki ceritanya masing-masing, sebelum memutuskan untuk menikah. Ada yang
semulus dan seindah bak cerita negeri dongeng, ada yang harus lalui tantangan
berliku-liku sealot benang kusut, ada yang menemukan cinta pertama dan
terakhirnya dalam sekali pandang, ada yang harus bergonta ganti pasangan,
layaknya bertukar baju.
Meski kita telah menikah dengan orang yang benar(tepat), tapi kalau kita memperlakukan orang itu secara keliru kita akan mendapatkan orang yang keliru.
Kebahagiaan dalam
pernikahan tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi harus diupayakan. Pernikahan
bukanlah sebuah taman bunga yang sudah menjadi indah, melainkan sebuah lahan
kosong
yang harus kita garap bersama-sama.
Dalam pernikahan ada
pelajaran tentang bagaimana menguasai diri, bagaimana menahan ego, bagaimana
memaafkan, bagaimana memberi, dan bagaimana mendengarkan.
Kita harus menyediakan
dua telinga untuk mendengarkan, dan menahan diri untuk terus didengarkan.
Lebih mudah merecoki
pasangan dengan omelan ketika pasangan terlambat pulang kantor, daripada
mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu.
Lebih mudah untuk
menuntut pasangan melakukan apa yang kita mau, ketimbang membiarkannya tetap
bebas menikmati dunianya.
Lebih mudah membalas
pengkhianatan dengan pengkhianatan, daripada bersusah payah membangun kembali,
memaafkan dan mengampuni.
Lebih mudah untuk
menuntut untuk dilayani, daripada melayani dengan penuh kasih.
Tetapi ketika
menjalaninya dengan ikhlas dan besar hati selalu ada jalan, dan ada pendewasaan
diri dari tiap-tiap pribadi, yang mengacu pada hubungan yang semakin matang dan
bahagia
Kita juga harus yakin
kalau kita tidak salah memilih pasangan hidup. Tuhan sudah mengijinkan
pernikahan itu terjadi, artinya tanggung jawab rumah tangga itu ada di tangan
kita dan pasangan kita.
Maka berbuatlah sesuai
dengan apa yang kita janjikan di hadapan Tuhan dan Imam, untuk tetap setia dan
saling mengasihi dalam segala keadaan.
Berhasil atau tidaknya
selalu tergantung kepada dua pribadi yang terikat dalam pernikahan. Tidak ada
yang tidak berhasil ketika kita menjadikan Tuhan sebagai relasi tertinggi dari
tiap pribadi yang terlibat didalamnya.
“Menikah dengan orang
yang benar ataus salah, itu tergantung dari cara kita memperlakukan pasangan
kita.”
Refleksi pagi hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar