Jumat, 06 Juli 2012

Menikah Dengan Orang Yang Benar Atau Salah


Ketika sedang menyeduh kopi susu, saya teringat sahabat saya yang cemerlang kehidupannya, kini telah menikah seakan seperti sebuah akhir dari sebuah penantian. Menjadi seorang dokter dan dinikahi dokter pula. Aura kebahagiaan begitu jelas terpancar dari wajahnya, ah saya turut bahagia untukmu sahabat.

Ada juga pasangan lain yang terpaksa harus menikah karena terlanjur hamil, dijodohkan orang tua, ada yang menjalin hubungan sejak smp atau sma hingga mapan tanpa pernah berganti-ganti pasangan dan menikah. Atau memutuskan untuk menikah dalam masa penjajakan yang relatif singkat, kata orang cinta pada pandangan pertama J.

Setiap pasangan memiliki ceritanya masing-masing, sebelum memutuskan untuk menikah. Ada yang semulus dan seindah bak cerita negeri dongeng, ada yang harus lalui tantangan berliku-liku sealot benang kusut, ada yang menemukan cinta pertama dan terakhirnya dalam sekali pandang, ada yang harus bergonta ganti pasangan, layaknya bertukar baju. 

Meski kita telah menikah dengan orang yang benar(tepat), tapi kalau kita memperlakukan orang itu secara keliru kita akan mendapatkan orang yang keliru.

Kebahagiaan dalam pernikahan tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi harus diupayakan. Pernikahan bukanlah sebuah taman bunga yang sudah menjadi indah, melainkan sebuah lahan kosong
yang harus kita garap bersama-sama.

Dalam pernikahan ada pelajaran tentang bagaimana menguasai diri, bagaimana menahan ego, bagaimana memaafkan, bagaimana memberi, dan bagaimana mendengarkan.
Kita harus menyediakan dua telinga untuk mendengarkan, dan menahan diri untuk terus didengarkan.
Lebih mudah merecoki pasangan dengan omelan ketika pasangan terlambat pulang kantor, daripada mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu.
Lebih mudah untuk menuntut pasangan melakukan apa yang kita mau, ketimbang membiarkannya tetap bebas menikmati dunianya.
Lebih mudah membalas pengkhianatan dengan pengkhianatan, daripada bersusah payah membangun kembali, memaafkan dan mengampuni.
Lebih mudah untuk menuntut untuk dilayani, daripada melayani dengan penuh kasih.
Tetapi ketika menjalaninya dengan ikhlas dan besar hati selalu ada jalan, dan ada pendewasaan diri dari tiap-tiap pribadi, yang mengacu pada hubungan yang semakin matang dan bahagia

Kita juga harus yakin kalau kita tidak salah memilih pasangan hidup. Tuhan sudah mengijinkan pernikahan itu terjadi, artinya tanggung jawab rumah tangga itu ada di tangan kita dan pasangan kita.

Maka berbuatlah sesuai dengan apa yang kita janjikan di hadapan Tuhan dan Imam, untuk tetap setia dan saling mengasihi dalam segala keadaan.

Berhasil atau tidaknya selalu tergantung kepada dua pribadi yang terikat dalam pernikahan. Tidak ada yang tidak berhasil ketika kita menjadikan Tuhan sebagai relasi tertinggi dari tiap pribadi yang terlibat didalamnya.

“Menikah dengan orang yang benar ataus salah, itu tergantung dari cara kita memperlakukan pasangan kita.”

Refleksi pagi hari. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar