Senin, 04 Juli 2016

Kasih Kakak dan Adik



Setelah beraktivitas seharian, waktu  yang paling ditunggu-tunggu adalah saat dudukan menyentuh kursi, dengan rasa penasaran untuk melihat ebook yang baru dicopy dari laptop suami yang akan segeran terpuaskan. Saya mulai menelusuri satu ebook ke ebook lain membiarkan Melodya,anak perempuan tiga tahun dengan tontonannya dan Jericho, kakaknya dengan bacaannya. 

Rileks itu terganggu dan ketenangan yang baru saja akan hinggap mulai menjauh perlahan, ketika percakapan kakak dan adik ini mulai berulang dan berakhir dengan rengekan :

 “Ade ganti kaka punya film e,” penuh rayuan. 

 “Tidak, kakak punya film sudah habis,” tegas seperti biasa tanpa mengalihkan perhatian. 


Melodya bukan balita satu atau dua tahun yang mudah ditipu kini, dia sudah sangat menikmati Baby First atau Disney Juniornya. Tak kehilangan akal kakak mulai mencoba mengalihkan perhatiannya.

“Oh yah sudah, kakak pi main pasir sendiri e, da da da ade...,” kakak mulai membuka pintu dan keluar, sayang tipuan itu tidak berhasil, Melodya mengikutinya ke depan pintu dan berkata, “Sudah malam, kakak. Masut...,” lalu ia kembali ke kursi kebesarannya. 

“Kakak, tunggulah sedikit, biar ade nonton dulu, tidak lama lagi dia sudah mengantuk,” saya mencoba memperingatkan Jericho. 

Tak puas kakaknya mulai datang kembali dan mencoba merayu  adiknya namun hasilnya selalu sama, kali ini berakhir dengan tangisan.

Rileks yang terusik, tangisan Melodya membuat kesabaran saya hilang, dan persis ketika Jericho melangkahkan kakinya ke luar pintu, saya lalu mengunci pintu depan dan pintu ruang tengah dan pintu belakang, “Iya main pasir sudah, jangan masuk eee....!”

Jeri mencoba membuka pintu dan saya tak bergeming, memasang headset dan keributan di pintu tak terdengar lagi. 

Melodya mendekat dengan boneka lebah di tangannya, menarik-narik baju saya, saya melepaskan headset dan mencoba mendengarkannya. Bibirnya mulai maju ke depan hampir membentuk sudut 90 derajat, “Mama, mama kakak Ei mana?” lalu ia mencoba mencari-cari kakaknya dari balik jendela, berlari ke belakang sambil meneriakkan nama kakaknya, “Kaka Ei, Kaka Ei.” 

Saya membiarkannya beberapa saat, sebelum ia meminta untuk dipangku. Dalam pangkuan saya, bibir 90 derajat itu kembali ada, dan air mata mulai mengalir pelan, “Mama, kakak Ei mana,” katanya. 

Saya mencium dahinya terharu, lalu memeluknya erat. Tidak saya sangka anak perempuan tiga tahun ini memiliki kasih yang besar untuk kakaknya, dalam permainan bersama ia seringkali tak mau mengalah, atau tak ingin berbagi papanya, tapi kali ini seperti ada rasa takut kehilangan. 

“Ayok ade turun dulu, kita buka pintu buat kakak.” Saya membuka pintu, ia lalu berlari keluar dan memanggil, “kaka Ei, kaka Ei, ayo masut, suda mayam.” Dan ketika kakaknya datang mendekat untuk memeluknya ia malah berteriak dan memeluk erat saya. Saya menggendongnya, lalu kami bertiga berpelukan. 

Melodya sudah tidur sekarang, dan Jericho masih menunggu film Animax berikutnya. Saya mencoba menyimpan kejadian tadi dalam tulisan. 

“Ada bekas istri atau suami, tapi tidak pernah ada bekas mama, bekas bapak, bekas kakak, atau bekas adik,” kalimat yang biasa diucapkan orang tua lalu terlintas dalam kepala saya. 

Masalah boleh datang dan pergi di antara kakak dan adik, pasangan hidup boleh merubah watak dan pribadi seorang kakak atau adik, pada akhirnya ikatan darah, dan sejarah dari rahim yang sama akan senantiasa membawa semuanya pada kenangan akan satu rahim itu. 

Kalian berdua, saling menjaga dan menyayangilah terus satu sama lain, sampai kapanpun....:D.

Penuh Cinta untuk kalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar